Mikroplastik Mengancam: Hantu yang Lahir dari Tangan Manusia

Minute of Mind UPII UGM
6 min readJul 1, 2022

--

Author: Febrianto Al Husen

Photo by Brian Yurasits on Unsplash

Plastik merupakan salah satu sumber cemaran yang saat ini tengah menjadi perhatian publik. Plastik industri pertama diciptakan pada tahun 1869 oleh seorang penemu dari Amerika yaitu John Wesley Hyatt. Pada waktu itu Hyatt tertarik dengan sebuah tantangan dengan hadiah sejumlah $10.000 dari sebuah perusahaan biliar di New York untuk menemukan material alternatif dari bola biliar gading gajah. Hyatt melakukan berbagai macam eksperimen, hingga dia menemukan komposisi yang cocok, dimana Hyatt mencampurkan nitroselulosa, kapur barus, dan alkohol. Bersama dengan saudarannya, Hyatt memasarkan produknya ke khalayak umum dengan nama Seluloid. Produksi yang semakin masif membuat plastik tidak lagi relevan dalam perannya sebagai material inovatif untuk mengatasi suatu permasalahan.

Sejak tahun 1950-an, pencemaran lingkungan oleh sampah plastik merupakan masalah ekologi, yang dewasa ini makin meningkat. Hal tersebut dapat disebabkan adanya produksi secara masif pada industri untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selama beberapa dekade terakhir produksi plastik meningkat secara eksponensial, dimana pada tahun 2018 tercatat sebanyak 359 juta ton produksi plastik yang diproduksi secara global (Rebelein et al., 2021). Sampah plastik memiliki ketahanan dan sifat persisten, dimana produksi yang terus meningkat serta tingkat pemulihan yang rendah berakibat pada terjadinnya akumulasi serpihan plastik di sepanjang garis pantai, permukaan perairan, berbagai kedalaman perairan, serta sedimen (Sandra dan Radityaningrum., 2021).

Terdapat berbagai macam jenis polimer plastik. Jenis plastik yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dapat kita ketahui informasinnya lewat logo segitiga angka yang lazim ditemukan pada bagian bawah produk plastik. Angka 1 menunjukkan plastik berjenis polietilena tereftalat (PET), umumnya dapat ditemui pada botol minuman sekali pakai. Angka 2 menunjukkan plastik berjenis high density polyethylene (HDPE), umumnya ditemukan pada botol detergen, sampo, dan kemasan obat. Angka 3 menunjukkan plastik berjenis polivinil klorida (PVC), umumnya ditemukan pada pipa. Angka 4 menunjukkan plastik berjenis low density polyethylene (LDPE), yang umumnya ditemukan pada plastik belanja. Angka 5 menunjukkan plastikpalstik berjenis polypropylene (PP) yang umumnya ditemukan pada plastik reusable. Angka 6 menunjukkan plastik berjenis polystirene (PS) yang umumnya ditemui pada wadah kemasan makanan. Untuk jenis plastik selain dipaparkan di atas digolongkan pada angka 7 (other). Plastik yang aman untuk digunakan secara berkala hanyalah nomor 5, selain itu hanya boleh digunakan sekali, bahkan ada yang tidak dianjurkan untuk membungkus makanan atau minuman, seperti nomor 6. Saat plastik dibuang ke lingkungan, plastik dapat mengalami degradasi (penguraian) menjadi partikel plastik yang berukuran lebih kecil, salah satunya adalah mikroplastik.

Menurut Lippiat et al. (2013), plastik dapat dibagi berdasarkan ukurannya yaitu mega (>100 cm), makro (>2,5–100 cm), meso (>5- 25 mm), mikro (1–5000 μm), dan nano (<1 um). Mikroplastik merupakan partikel hasil degradasi (penguraian) plastik dengan ukuran diameter kurang dari 5 mm. Sumber dari mikroplastik dikelompokkan menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Mikroplastik primer merupakan jenis yang telah didesain dan diproduksi dengan ukuran sekitar 5 mm, seperti dalam produk-produk pembersih dan kecantikan (microbead), pellet untuk pakan hewan, bubuk resin, dan umpan produksi plastik. Mikroplastik sekunder berasal dari degradasi plastik yang lebih kecil setelah melalui proses fotodegradasi (penguraian dengan bantuan cahaya) pada ekosistem laut dan proses pelapukan limbah lainnya seperti kantong plastik atau seperti jaring ikan yang dibuang di lautan (Sandra dan Radityaningrum., 2021).

Gambar 1. Hubungan ukuran, sumber, dan biota yang terdampak plastik (Chatterjee & Sharma., 2019).

Pada gambar di atas dapat dilihat adanya korelasi antara ukuran partikel plastik dengan sumber cemaran, serta dampaknya bagi biota di laut. Pada ukuran skala mikro, plastik dapat dikonsumsi oleh biota kecil yang selanjutnya biota tersebut akan dikonsumsi biota yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat terdapat perputaran cemaran mikroplastik, dimana dari yang semula ada di biota yang kecil menjadi terdapat di segala macam biota. Mikroplastik merupakan salah satu bagian dari sampah lautan yang berpotensi mengancam lebih serius dibandingkan material plastik yang berukuran besar. Ukuran mikroplastik yang kecil memungkinkan ditelan oleh organisme. Studi sebelumnya menemukan partikel mikroplastik pada saluran pencernaan invertebrata dan bivalvia. Setelah dicerna oleh organisme, mikroplastik dapat tereliminasi dengan proses defekasi atau tetap bertahan pada jaringan organisme (translokasi) (Browne et al., 2008).

Mikroplastik mempunyai potensi toksik bagi ikan berupa toksisitas fisik dan kimiawi. Hal itu didasari fakta bahwa mikroplastik mampu menyerap zat adiktif dan monomer lainnya yang bersifat toksik, sehingga terdapat proses akumulasi toksik pada mikroplastik. Keberadaan mikroplastik di dalam tubuh ikan juga dapat menurunkan kebugaran ikan, hingga mengakibatkan kematian (Tosetto et al., 2017). Untuk dampak secara langsung dari mikroplastik yang masuk ke tubuh organisme laut yaitu dapat mengganggu kerja saluran pencernaan (Cole et al., 2013).

Gambar 2. Siklus plastik (Wu et al., 2019).

Pada gambar siklus plastik, dapat dilihat, bagaimanakah plastik yang dibuang dapat mengalir menuju ke laut, hingga dikonsumsi manusia. Pada wastewater treatment plant (WWTP), air akan diproses sedemikian rupa agar terbebas dari limbah yang berbahaya, tetapi pada kasus mikroplastik pada umumnya kurang mendapat perhatian, sehingga air yang dibuang menuju aliran sungai masih mengandung cemaran mikroplastik. Kandungan mikroplastik pada sungai semakin diperparah dengan adanya mikroplastik sekunder dari hasil degradasi makroplastik yang bersumber dari konsumsi rumah tangga. Mikroplastik akan terbawa sungai hingga mencapai lautan. Pada ekosistem laut, mikroplastik akan dikonsumsi oleh segala biota yang ada. Paparan sinar matahari juga berperan penting dalam proses pencemaran, dimana energi cahaya (photon) dari matahari akan mempercepat reaksi degradasi makroplstik (photodegradation).

Kandungan mikroplastik yang melimpah selain dapat terakumulasi pada biota laut juga dapat terakumulasi pada sedimen dan air laut itu sendiri. Cemaran mikroplastik yang ada pada lautan mempunyai andil dalam potensi mikroplastik dalam siklusnya untuk kembali menuju manusia. Biota yang telah terkontaminasi mikroplastik dapat ditangkap oleh nelayan untuk selanjutnya dijual ke pedagang, hingga akhirnya dibeli oleh konsumen. Cemaran mikroplastik juga dapat kembali ke manusia melalui ground water yang nantinya akan kita konsumsi sebagai air minum.

Ukuran dari mikroplastik sendiri memanglah kecil, tetapi tidak dengan dampak yang ditimbulkannya. Mulai dari meracuni biota laut, rusaknya siklus makanan, hingga dampaknya sampai ke ranah penciptanya sendiri, yaitu manusia. Plastik yang semula merupakan produk inovatif, sekarang hanya bersifat destruktif. Bagaikan hantu yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, tetapi ketika dia muncul menimbulkan kepanikan yang tiada tanding. Hanya tinggal menunggu bom waktu menuju detik-detik terakhirnya, menunggu hingga plastik yang tidak terlihat menunjukkan potensi terselubungnya.

Terdapat beberapa cara untuk mengurangi permasalahan yang dipaparkan di atas, yaitu salah satunnya lewat peran aktif dari manusia dalam mengurangi penggunaan plastik di segala bidang. Dapat dimulai dari mengganti plastik belanja dengan tas belanja yang dapat dipakai berulang kali. Menggunakan botol isi ulang saat hendak pergi, hindari menggunakan botol plastik sekali pakai. Usahakan untuk makan di tempat, apabila hendak dibungkus pakailah wadah dari rumah yang tidak bersifat sekali pakai. Membagikan artikel ini kepada teman, saudara, dan keluarga juga dapat turut andil untuk mengedukasi sekitar agar cemaran dari mikroplastik dapat ditekan.

Daftar Pustaka

  • Amelia, T. S. M., Khalik, W. M. A. W. M., Ong, M. C., Shao, Y. T., Pan, H. J., and Bhubalan, K. (2021). Marine microplastics as vectors of major ocean pollutants and its hazards to the marine ecosystem and humans. Progress in Earth and Planetary Science, 8(1), 1–26.
  • Browne, M. A., Dissanayake, A., Galloway, T. S., Lowe, D. M., and Thompson, R. C. (2008). Ingested microscopic plastic translocates to the circulatory system of the mussel, Mytilus edulis (L.). Environmental science & technology, 42(13), 5026–5031.
  • Cole, M., Lindeque, P., Fileman, E., Halsband, C., Goodhead, R., Moger, J., and Galloway, T. S. (2013). Microplastic ingestion by zooplankton. Environmental science & technology, 47(12), 6646–6655.
  • Lippiatt, S., Opfer, S., & Arthur, C. 2013. Marine debris monitoring and assessment. NMFS Offices and Science Centers. Maryland.
  • Rebelein, A., Int-Veen, I., Kammann, U., and Scharsack, J. P. (2021). Microplastic fiber underestimated threat to aquatic organisms?. Science of The Total Environment, 777, 1–12.
  • Sandra, S. W., dan Radityaningrum, A. D. (2021). Kajian kelimpahan mikroplastik di biota perairan. Jurnal Ilmu Lingkungan, 19(3), 638–648.
  • Tosetto, L., Williamson, J. E., and Brown, C. (2017). Trophic transfer of microplastics does not affect fish personality. Animal Behaviour, 123, 159–167.
  • Wu, P., Huang, J., Zheng, Y., Yang, Y., Zhang, Y., He, F., Chen, H.,Quan, G., Yan, J., Li, T., & Gao, B. (2019). Environmental occurrences, fate, and impacts of microplastics. Ecotoxicology and environmental safety, 184, 1–16.

--

--

Minute of Mind UPII UGM

Artikel Karya Unit Penalaran Ilmiah (UPI) “Interdisipliner” Universitas Gadjah Mada. Rebranding "Waktu Cipta UPII UGM"