Geopolitik Kawasan Laut Hitam dan Keputusan Aneksasi Krimea Oleh Rusia

Minute of Mind UPII UGM
7 min readJul 8, 2024

--

oleh: Abid Harjunanto

Gambar oleh: https://depositphotos.com/

Bara Api Permulaan

Perang Rusia-Ukraina adalah serangkaian konflik yang diawali pada tanggal 24 Februari 2024, perang ini melibatkan Rusia dan kelompok militan pro-Rusia (Donetsk dan Luhansk People’s Republics/DPR dan LPR) melawan Ukraina yang didukung oleh NATO. Konflik tersebut menjadi titik puncak dari konflik-konflik sebelumnya, sehingga Perang Rusia-Ukraina memiliki akar permasalahan yang lebih panjang (Center for Preventive Action, 2024). Dalam melihat aspek fundamental dan akar dari Perang Rusia-Ukraina, peran analisa terhadap kawasan Laut Hitam menjadi perhatian khusus. Kawasan Laut Hitam merupakan region yang terdiri atas enam negara, diantaranya Ukraina, Rusia, Turki, Rumania, Bulgaria, dan Georgia. Negara-negara tersebut memiliki sejarah panjang dalam hubungan diplomatik, konflik dan peperangan yang terjadi diantara wilayah mereka. Ditarik lebih jauh, konflik ini telah terjadi sejak aneksasi semenanjung Krimea pada tahun 2014 yang dilakukan oleh Rusia dan militan pro-Rusia (Vorobyov, 2022). Maka penting untuk memahami dan mengenal karakteristik geopolitik yang ada di Laut Hitam, lantas mengapa Rusia melakukan tindakan aneksasi dan agresi terhadap Ukraina?

Untuk mencari jawaban dalam memahami tindakan Rusia di Laut Hitam salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah melihat geopolitik dalam era modern. Menurut Grygiel (2006), geopolitik adalah perspektif mengenai geografi yang berfokus pada distribusi pusat sumber daya (sumber daya alam dan ekonomi) dan jalur komunikasi (penciptaan rute baru, penciptaan teknologi transportasi baru) yang memberikan nilai penting dan strategis pada suatu wilayah. Pendekatan geopolitik dinilai mampu memberi jawaban atas pentingnya Laut Hitam. Dalam serangan Rusia ke Ukraina tahun 2014 & 2022, terindikasi pola yang sama dalam mempertahankan kepentingan kekuatan dan penguasaan sumber daya alam di kawasan tersebut, yakni dengan mengerahkan kekuatan militer melawan negara yang berbatasan langsung dengan Rusia dan dipastikan sebagai military buffer zone. Secara historis Rusia menganggap wilayah-wilayah yang ada di Ukraina sebagai bagian dari kejayaan dan hak masa lalu sehingga penguasaan terhadap Krimea dan wilayah provinsi lainnya penting untuk dilakukan.

Salah satu konflik besar yang terjadi pada kawasan Laut Hitam pada era modern adalah perang Krimea yang terjadi antara tahun 1853–1856. Perang ini merupakan pertempuran utama antara Kesultanan Ottoman melawan Kekaisaran Rusia, perang tersebut memperebutkan wilayah Krimea yang pernah dimiliki oleh Ottoman dan tengah dikuasai Rusia pada saat itu (Badem, 2010). Laut Hitam sebagai sebuah region kerap kali diperebutkan dalam upaya mencari keunggulan geostrategis, terlebih Laut Hitam memiliki peran penting seperti pelabuhan hangat bagi negara-negara di sekitarnya, jalur pelayaran utama dengan melewati Selat Bosporus, dan pusat perdagangan bagi negara di kawasan. Saat itu pendekatan geopolitik yang dilakukan oleh Rusia tetap dengan tujuan untuk menguasai kawasan vital yang ada di Laut Hitam, dalam rangka memperkuat pertahanan negara. Berikutnya pada Perang Dunia 1 dan 2 wilayah Krimea dan Ukraina berulang kali menjadi arena pertempuran antara Jerman dan blok poros melawan Kekaisaran Rusia lalu Uni Soviet. Ini menunjukkan betapa strategis dan pentingnya wilayah tersebut bagi berbagai pihak dalam rencana menguasai sumberdaya dan pelabuhan strategis di Laut Hitam. Selama Perang Dingin 1945–1991, Laut Hitam menjadi salah satu kawasan paling bergejolak, dengan Turki sebagai anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) melawan Pakta Warsawa dengan Uni Soviet yang mewarisi wilayah Kekaisaran Rusia saling berebut pengaruh di Laut Hitam, setelah Uni Soviet runtuh, Federasi Rusia menjadi pewaris utama kekuatan politik dan militer Soviet.

Unjuk Kontestasi kekuatan

Untuk menguatkan pengaruhnya di Laut Hitam, Rusia juga terlibat dalam perang dengan negara lain yang berbatasan langsung dengannya, yakni melawan Georgia pada tanggal 8–12 Agustus 2008, perang tersebut dilakukan atas dasar serangan balik kepada militer Georgia yang melakukan intervensi terhadap pasukan Rusia di Osetia Selatan, serangan tersebut berhasil menegaskan keunggulan militer Rusia dalam mempertahankan pengaruh geopolitik di sekitar kawasan tersebut (King,2008). Laut Hitam menjadi kawasan vital dalam membangun basis kekuatan ekonomi dan militer bagi pemerintahan Ukraina pimpinan Volodymyr Zelenskyy dan Rusia pimpinan Vladimir Putin, keduanya memiliki ambisi kuat dalam membangun kekuatan masing-masing negara. Sumber Daya alam diantaranya gas, minyak bumi, dan keanekaragaman hayati, serta letaknya strategis dan menjadi satu-satunya perairan hangat bagi negara disekitarnya menjadikan Laut Hitam sebagai jalur utama aktivitas semua negara. Estimasi kasar yang dilakukan oleh pemerintah Ukraina melihat potensi besar pada gas alam di Laut Hitam berkisar sekitar 2 triliun meter kubik, sementara itu Turki melalui misi eksplorasi Tuna-1 melakukan estimasi potensi gas alam senilai 405 juta meter kubik, disusul Rumania dengan potensi gas alam 150–200 juta meter kubik, Bulgaria dengan potensi gas alam 100 juta meter kubik dan Georgia dengan potensi gas alam sebesar 266 juta meter kubik (Sabadus Aura, 2021). Potensi yang besar bahkan hanya dari salah satu sumber daya alam, semakin memperkuat alasan perebutan pengaruh geopolitik di kawasan tersebut. Negara dengan penguasaan wilayah strategis terutama pelabuhan-pelabuhan, wilayah Industri dan kaya akan sumber daya berpotensi dalam menerima manfaat ekonomi yang besar dan ketahanan energi dalam negeri.

Ukraina sebagai negara yang baru merdeka setelah runtuhnya Uni Soviet mulai mendirikan pandangan mandiri dan berusaha membangun negara dengan kedaulatan penuh. Salah satu upaya kemandirian dari berbagai bidang adalah aksi pemerintah Ukraina mendekatkan diri dengan Uni Eropa. Upaya tersebut memicu krisis geopolitik di Laut Hitam terutama sentimen hubungan negatif yang dialami oleh Rusia pada saat yang bersamaan. Hubungan Rusia-Ukraina yang terus memanas, mengakibatkan provinsi-provinsi di timur Ukraina dengan penduduk beretnis Rusia mulai melakukan perlawanan dan pemberontakan, terutama di Provinsi Donetsk dan Luhansk. Sementara itu wilayah tengah dan barat Ukraina memiliki arah politik yang pro Uni Eropa, sehingga pemerintahan pusat terjebak dalam dilema politik internal yang berat, memicu serangkaian demonstrasi pro integrasi dengan Uni Eropa di tahun 2014 yang disebut sebagai peristiwa Euromaidan (Diuk,2014). Bersamaan dengan peristiwa tersebut, ditahun yang sama Rusia mulai melakukan aneksasinya terhadap Krimea dan memberikan dukungan penuh kepada kelompok separatis DPR dan LPR, lantas melakukan pemungutan suara kepada masyarakat Krimea untuk menentukan nasibnya dengan 97% warga krimea memilih bergabung dengan Rusia, meski diwaktu yang bersamaan dunia mengecam tindakan Rusia dengan aneksasinya terhadap wilayah negara berdaulat (CBS, 2014).

Aneksasi yang dilakukan Rusia menjadi awal dari serangkaian pertempuran dan konflik perbatasan. Ukraina sendiri mendekatkan diri dengan NATO sejak tahun 2008 dan mencapai puncak kesepakatan pada rentang tahun 2020–2022, Rusia melihat kedekatan dan keinginan Ukraina bergabung dengan NATO sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan kepentingan geopolitik di kawasan Laut Hitam (NATO, 2024). Tindakan politik yang dilakukan Ukraina akhirnya memicu serangan masif yang dilakukan pada tahun 2022 oleh Rusia untuk merebut lebih banyak wilayah di Ukraina memastikan negara tersebut tidak bergabung dengan NATO dan tetap menjadi wilayah netral yang dapat dipengaruhi secara langsung oleh Rusia. Krisis Geopolitik diantara Rusia-Ukraina juga mencerminkan ketidakstabilan kawasan Laut Hitam yang memaksa kedua negara untuk melakukan pertempuran secara langsung. Dalam aspek geopolitik, tindakan yang dilakukan oleh Rusia telah memicu peningkatan eskalasi ketegangan politik kawasan, terutama bagi Georgia, Turki, Rumania, dan Bulgaria yang memiliki pengalaman buruk melihat naiknya tingkat agresi dari militer Rusia. Turki sendiri secara langsung sebagai anggota NATO memberikan dukungan ekonomi dan militer kepada Ukraina dalam melawan aneksasi dan invasi Rusia (Brown, et al, 2024). Tindakan tersebut berhasil mengindikasikan bahwa kawasan Laut Hitam merupakan wilayah geografi yang sangat penting bagi politik setiap negara dan integrasi kawasan yang bersifat menguntungkan dan kooperatif menjadi semakin jauh, melihat ketegangan yang terus meningkat.

Geopolitik di kawasan Laut Hitam menunjukkan ketidakstabilannya, hal tersebut dipengaruhi oleh alasan strategis masing-masing negara yang semakin menjauhkan kawasan tersebut pada regionalisasi lebih lanjut. Negara-negara di kawasan Laut Hitam sangat terdampak dari konflik yang terjadi di Ukraina, serangan Rusia menyebabkan geopolitik kawasan menjadi memanas dan ketidakpercayaan terhadap kerjasama terjadi. Tindakan yang dilancarkan oleh Rusia merupakan respon rasional dalam mengatasi ancaman musuh mereka, akan tetapi dampak lebih luas semakin mendorong negara-negara lainnya di Laut Hitam untuk mendekatkan diri dengan lawan Rusia terutama NATO, menjauhkan Rusia dari kemungkinan pengaruh yang lebih strategis di kawasan tersebut. Respon Ukraina dengan semakin percaya kepada NATO dan negara-negara barat mengindikasikan perubahan politik yang semakin percaya terhadap nilai-nilai baru. Upaya adopsi strategi ekonomi, politik, dan pertahanan telah dibangun oleh Ukraina untuk mempertahankan eksistensinya sebagai negara berdaulat di kawasan dan dunia secara luas. Tindakan Ukraina dalam mencari sekutu yang bisa menjamin keamanannya merupakan respon untuk menghadapi Rusia sebagai ancaman utama dalam proses integrasinya dengan kawasan Eropa secara lebih luas.

Aksi dari kedua pihak utama dalam proses perebutan aset-aset penting terutama wilayah di utara Laut Hitam telah meningkatkan tensi geopolitik diantara negara-negara kawasan. Sejarah geopolitik yang telah terbangun selama fase modern menunjukkan wilayah Laut Hitam sebagai tempat yang diperebutkan setiap imperium besar di dunia, dalam tahun-tahun terakhir kesempatan itu coba diraih oleh NATO dan sekutu baratnya dalam memperkuat posisi strategisnya dalam penguasaan jalur perdagangan serta sumber daya di Laut Hitam, sementara itu Rusia mencoba melakukan serangan frontal yang dapat memastikan posisinya tidak terancam dan pengaruhnya tidak hilang di Laut Hitam.

Kesimpulan

Maka adanya aneksasi terhadap Krimea merupakan jawaban awal dari keinginan Rusia untuk tetap berpengaruh dan mengamankan wilayahnya di Laut Hitam. Cara-cara yang dilakukan setiap pihak menunjukkan bahwa eksistensi dari pergulatan geopolitik sebagai sebuah pendekatan dalam membaca situasi kawasan menjadi sangat penting untuk dipahami, setiap negara dinilai tetap menggunakan pandangan geopolitik sebagai acuan dalam rumusan strategisnya melihat sikap dan tindakan negara tetangga yang ada di kawasan yang sama. Aksi tersebut memperkuat beragam argumen dari setiap aktor politik untuk bertahan di kawasan yang sangat kaya dan strategis seperti Laut Hitam. Rusia, Ukraina, Georgia, Rumania, Bulgaria, dan Turki dinilai akan terus melakukan tindakan yang serupa dalam aksinya di Laut Hitam sebagai respon utama. Geopolitik memainkan peran vital, pengaruh kondisi fisik bumi dan pembagian oleh aktor utama menentukan nasib berikutnya bagi kawasan Laut Hitam.

Daftar Pustaka

Badem, C. (2010). The Ottoman Crimean War (1853–1856). Brill. http://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctt1w8h1kf

Brown, D., Horton, J., & Ahmedzade, T. (2022, July 1). Ukraine weapons: What military equipment is the world giving? BBC News. https://www.bbc.com/news/world-europe- 62002218

Center for Preventive Action. (2024, April 24). War in Ukraine. Global Conflict Tracker; Council on Foreign Relations. https://www.cfr.org/global-conflict- tracker/conflict/conflict-ukraine

Cornell, S. E. (2008). War in Georgia, Jitters All Around. Current History, 107(711), 307–314. http://www.jstor.org/stable/45318273

Diuk, N. (2014). EUROMAIDAN: Ukraine’s Self-Organizing Revolution. World Affairs, 176(6), 9–16. http://www.jstor.org/stable/43555086

Grygiel, J. J. (2006). Great powers and geopolitical change. Johns Hopkins University Press. https://www.tenaris.com/media/ruddm2jo/1-unlocking-the-black-sea-s-deepwater- potential.pdf

King, C. (2008). The Five-Day War: Managing Moscow After the Georgia Crisis. Foreign Affairs, 87(6), 2–11. http://www.jstor.org/stable/20699368

NATO. (2023, July 28). Relations with Ukraine. NATO. https://www.nato.int/cps/en/natohq/topics_37750.htm

Sabadus, A. (2021, March 30). Why the Black Sea could emerge as the world’s next great energy battleground. Atlantic Council. https://www.atlanticcouncil.org/blogs/ukrainealert/why-the-black-sea-could-emerge- as-the-worlds-next-great-energy-battleground/

Vorobyov, N. (2022, February 4). Ukraine crisis: Who are the Russia-backed separatists? Www.aljazeera.com. https://www.aljazeera.com/news/2022/2/4/ukraine- crisis-who-are-the-russia-backed-separatist

--

--

Minute of Mind UPII UGM
Minute of Mind UPII UGM

Written by Minute of Mind UPII UGM

Artikel Karya Unit Penalaran Ilmiah (UPI) “Interdisipliner” Universitas Gadjah Mada. Rebranding "Waktu Cipta UPII UGM"

No responses yet