Aborsi: Antara Kerelaan atau Keterpaksaan

Minute of Mind UPII UGM
5 min readMay 18, 2022

--

Author: Dwika Muflikhah S.
Artikel ini didedikasikan untuk Almh. Novia Widyasari

https://cdf.orami.co.id/unsafe/cdn-cas.orami.co.id/parenting/images/hukum-aborsi.width-800.jpegquality-80.jpg

Perempuan dalam Pusaran Aborsi
Tindakan aborsi merupakan istilah yang tidak asing lagi untuk masyarakat Indonesia. Aborsi menjadi masalah penting dalam dunia maternalitas dan kelahiran bayi. Tahun 2021 masyarakat kembali dikejutkan dengan kasus bunuh diri yang ternyata dilatarbelakangi oleh tindakan aborsi yang dilakukan oleh mahasiswi tingkat akhir universitas ternama di Indonesia berinisial NW. Bukan hanya satu kali, bahkan dua kali NW melakukan tindakan aborsi secara paksa tanpa indikasi medis.

Dikutip dari laman berita liputan6.com (2021), selama menjalin hubungan, NW dengan pacarnya yang merupakan anggota kepolisian Kab. Pasuruan telah melakukan tindakan aborsi sebanyak dua kali pada bulan Maret 2020 dan Agustus 2021 dengan usia janin minggu-an dan janin kedua berusia 4 bulan. Dalam artikel berita suara.com (2021) disebutkan fakta bahwa NW hamil karena kekerasan seksual yang dialami dengan sang pacar. Ia juga sempat berusaha meminta pertanggungjawaban, dipaksa minum obat untuk menggugurkan kandungan, bahkan dengan kondisi demikian masih mengalami penolakan dari keluarga pacar. Dengan kondisi putus asa dan depresi, ia akhirnya memutuskan mengakhiri hidup di samping makam Sang Ayah.

Dari kasus ini kita kembali diingatkan pada fenomena aborsi di masyarakat. Aborsi bukan merupakan fenomena sosial yang baru dalam dunia kewanitaan di Indonesia. Pengalaman hidup perempuan atas Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) atau aborsi menjadi fenomena sosial yang sangat kompleks dan terus terjadi. Stigma, ketidakpedulian, serta pengabaian oleh masyarakat dan pemerintah telah menyebabkan ‘rantai’ aborsi dan kekerasan terhadap perempuan terus berlanjut hingga kini. Perempuan yang mengalami KTD, kekerasan, dan stigma berisiko untuk mencari cara supaya dapat melakukan aborsi (Defirentia, 2021).

Aborsi menurut Sardikin Ginaputra adalah pengakhiran kehamilan atau konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau dengan kata lain tindakan penghentian, pengakhiran, dan pengeluaran kehamilan yang sudah terkonsepsi sebelum waktunya (Yanggo, 2001). Aborsi sendiri dilakukan oleh perempuan dengan paksaan ataupun kerelaan dari pihak perempuan. Keterpaksaan bukan hadir tanpa sebab, melainkan dengan alasan tekanan psikologis, traumatis dalam relasi keluarga, atau atas pengaruh dari keluarga, pasangan, bahkan teman pergaulan (Putri, 2019; Salwa, 2020).

Legalkah Aborsi di Indonesia?
Legalitas aborsi di Indonesia telah diatur dalam Undang Undang №36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang dapat dilakukan dengan dua alasan, yakni indikasi kedaruratan medis atau korban perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban. Waktu dapat dilakukannya aborsi ialah sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir kecuali dalam hal kedaruratan medis. Namun dalam implementasi untuk korban perkosaan, kebijakan ini masih penuh kontroversi dari berbagai kalangan, termasuk organisasi profesi kedokteran dan keagamaan. Selain masalah perbedaan pandangan, penyediaan layanan aborsi juga membutuhkan persyaratan yang cukup banyak, antara lain sertifikasi dokter, surat bukti kehamilan akibat perkosaan, keterangan penyidik/psikolog/ahli mengenai dugaan perkosaan, pemeriksaan oleh tim kelayakan aborsi dari kepala dinkes kabupaten atau kota, hingga penyediaan konselor khusus aborsi. Ketentuan yang berbelit dan proses yang panjang ini berpotensi menjadi faktor sulitnya realisasi praktik legalitas aborsi di Indonesia. Terlebih lagi, untuk akses aborsi yang aman dan legal bagi wanita dengan KTD karena diperkosa.

Mental Illness pada Wanita Hamil
Banyak hal yang dapat memengaruhi perasaan pada saat wanita sedang hamil. Hal ini terjadi karena pengaruh fisik, tingkat stres, dan kecemasan dari wanita itu sendiri. Depresi dan kecemasan merupakan hal yang menjadi masalah mental pada saat kehamilan. Sebanyak 10 dari 15 wanita tiap 100 wanita hamil mungkin mengalami mental illness saat hamil dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda (Royal College of Psychiatrists, 2018).

Berikut merupakan gejala umum yang dialami wanita hamil :

  • Morning sickness (mual dan muntah)
  • Konstipasi/sembelit
  • Hemoroid (bengkak pada anus/rektum)
  • Sakit kepala dan nyeri pinggang
  • Vaginal thrush (infeksi jamur)

Gejala-gejala tersebut terjadi karena perubahan fisik dari wanita yang mengandung. Misalnya, mual dan muntah yang biasa terjadi di awal kehamilan disebabkan oleh adanya perubahan hormonal yang ditandai dengan kenaikan level beta-HCG yang memicu mual dan muntah terutama pada minggu ke 12–14 kehamilan (Lee, N. M., & Saha, S., 2011). Berbagai gejala yang tidak teratasi dengan tepat dan tidak adanya dukungan keluarga mungkin membuat wanita hamil mengalami depresi. Ditambah dengan adanya tekanan untuk menggugurkan kandungan bagi yang mengalami KTD.

Pada saat hamil, bentuk-bentuk kecemasan dapat menghantui calon ibu, seperti cemas akan peran baru sebagai orang tua, kehamilan atau bayi bermasalah, masalah fisik, serta kurangnya dukungan dari keluarga atau pasangan (Royal College of Psychiatrists, 2018). Prevalensi dari Common Mental Disorders (CMDs) seperti depresi, cemas, gangguan somatoform dilaporkan lebih tinggi terjadi pada wanita dibanding pria (Jha et al., 2021). Faktor hormonal yang berkaitan dengan sistem reproduksi menyebabkan seorang wanita lebih rentan mengalami CMDs. Wanita yang hamil tanpa rencana biasanya mengalami ketidaksiapan akan perubahan dan tanggung jawab yang harus dijalani sebagai orang tua (Jha et al., 2018).

Dengan demikian, sudah selayaknya wanita yang sedang hamil memeroleh perlindungan, keamanan, dan kenyamanan dari lingkungan terdekat di tengah perubahan kondisi psikologis dan fisiologis akibat kehamilan. Sekalipun legal dengan syarat, tindakan aborsi tetap menjadi hal yang berisiko untuk dilakukan. Apalagi tanpa pendampingan dan dukungan bagi calon ibu dalam kondisi apapun.

Referensi

--

--

Minute of Mind UPII UGM

Artikel Karya Unit Penalaran Ilmiah (UPI) “Interdisipliner” Universitas Gadjah Mada. Rebranding "Waktu Cipta UPII UGM"